BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Seperti diketahui, dinamika hubungan
agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban umat
manusia. Di samping dapat melahirkan kemajuan besar, hubungan antara keduanya
juga telah menimbulkan malapetaka besar. Tidak ada bedanya, baik ketika negara
bertahta di atas agama (pra abad pertengahan), ketika negara di bawah agama (di
abad pertengahan) atau ketika negara terpisah dari agama (pasca abad
pertengahan, atau di abad modern sekarang ini).
Pola hubungan ronde pertama dan
kedua sudah lewat. Bahwa masih ada sisa sisa masa lalu, dalam urusan apa pun
termasuk hubungan negara agama, bisa terjadi. Tapi, sekurang kurangnya secara
teori, kini kita telah merasa cocok di ronde ketiga, ronde sekular, di mana
agama dan negara harus terpisah, dengan wilayah jurisdiksinya masing masing.
Agama untuk urusan pribadi, negara untuk urusan publik.
Sejauh ini kita beranggapan hubungan
sekularistik untuk agama negara merupakan opsi yang terbaik. Dalam pola
hubungan ini, agama tidak lagi bisa memperalat negara untuk melakukan
kedzaliman atas nama Tuhan; demikian pula negara tidak lagi bisa memperalat
agama untuk kepentingan penguasa.
Tapi apakah persoalan hubungan
agama-negara sesederhana itu? Bahwa pola hubungan sekularistik pada mulanya
merupakan "wisdom" yang didapat oleh masyarakat Barat dari sejarah
panjang hubungan raja dan gereja, kiranya jelas. Bagi umat Islam sendiri, Barat
atau Timur sesungguhnya bukan merupakan kategori benar salah atau baik buruk.
Barat bisa benar, Timur bisa salah; tapi juga bisa sebaliknya. "Kebaikan
bukan soal Barat atau di Timur, melainkan soal ketakwaan" (Q: Al
Baqarah/176).
Tapi memang, sejak gagasan
sekularisme ini didakwahkan ke Timur, umat Islam menjadi terbelah antara yang
menerima dan yang menolak. Yang menolak umumnya karena kecurigaan terhadap apa
saja yang datang dari Barat. Tanpa mencoba mengerti kesulitan masyarakat Barat
sendiri selama bera¬bad abad dalam menata hubungan agama negara, mereka
mencurigai sekularisme sebagai gagasan untuk memarjinalkan Islam dari kehidupan
nyata.
Sementara itu, kelompok yang
menerima berargumen bahwa seperti umumnya agama, Islam pun terbatas jangkaunnya
pada urusan pribadi. Jika ia ditarik ke ruang publik (negara) akan membawa
petaka seperti yang pernah terjadi di Barat. Sekularisme adalah pilihan terbaik
jika kita ingin membiarkan negara dan agama dalam kewajarannya. Biarlah mereka
mengurus tugasnya masing-masing; agama di wilayah privat, negara untuk wilayah
publik.
MASALAH
1. Hubungan antara negara dan agama
2. .Hubungan antara negara dan agama dengan paham-pahamnya atau aliran-alirannya
3. Pengertian agama
4. Pengertian negara
1. Hubungan antara negara dan agama
2. .Hubungan antara negara dan agama dengan paham-pahamnya atau aliran-alirannya
3. Pengertian agama
4. Pengertian negara
BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN ANTARA NEGARA DAN AGAMA
Negara dan agama merupakan persoalan
yang banyak menimbulkan perdebatan (discourse) yang terus berkelanjutan di
kalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam
menerjemahkan agama sebagai bagian dari Negara atau Negara merupakan bagian
dari dogma agama.
Dalam memahami hubungan agama dan
Negara ini, akan dijelaskan beberapa konsep hubungan agama dan Negara menurut
beberapa aliran, antara lain paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis.
Paham teokrasi
Paham sekuler
Paham komunis
|
:
:
:
|
Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah menurut
paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan
dalam masyarakat-bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.
Norma hukum ditentukan atas kesepatakan manusia dan tidak
berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun norma-norma tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama.
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang
kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai
realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk
tertindas.
|
1. Hubungan Negara dan Agama Menurut Paham Teokrasi
Dalam perkembangan, paham teokrasi
terbagi kedalam dua bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi
tidak langsung. Menurut paham teokrasi langsung, pemerintah diyakini sebagai
otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya Negara didunia ini adalah atas
kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula.
Sementara menurut sistem
pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri,
melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala yang memiliki otoritas atas
nama Tuhan, kepala Negara atau raja diyakini memerintah atas kehendak Tuhan.
2. Hubungan Negara dan Agama Menurut Paham Sekuler
Selain paham teokrasi, terdapat pula
paham sekuler dalam praktik pemerintahan dalam kaitan hubungan agama dan
Negara. Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama hubungan agama dan
Negara. Dalam negera sekuler, tidak ada hubungan antar system kenegaraan dengan
agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia
lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan.
Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.
Dalam Negara sekuler, sistem dan
norma hukum positif dipisahkan dengan nilai dan norma agama. Norma hukum
ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau
firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan
norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama dan Negara, akan
tetapi pada lazimnya Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk
agama apa saja yang mereka yakini dan Negara intervensif dalam urusan agama.
3. Hubungan Negara dan Agama Menurut Paham Komunisme
Paham komunisme memandang hakikat
hubungan Negara dan agama berdasarkan pada filosofi materialisme – dialektis
dan materialisme – historis. Paham ini menimbulkan paham atheis. Paham yang
dipeolopori oleh Karl Marx ini, memandang agama sebagai candu masyarakat.
Menurutnya, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara agama, dalam
menemukan dirinya sendiri.
Kehidupan manusia adalah dunia
manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan
agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia dan agama merupakan
keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama merupakan keluhan makhluk
tertindas dalam Negara adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya
adalah materi.
A. Agama
1. Pengertian agama
Secara sederhana, pengertian agama
dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminology).
Pengertian agama dari segi bahasa
dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan harun nasutian. Menurutnya,
dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari
bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari
kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian harun nasution mengatakan, kata
itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak
pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi
kegenerasi lainnya selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama
berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai ktiab-kitab
suci. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai
turunan bagi kehidupan manusia.
Selanjutnya din dalam bahasa Semit
berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti
menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini
juga sejalan dengan kandungan agama yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan
yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan.
Selanjutnya agama juga menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut
membawa utang yang harus dibayar oleh para penganutnya. Paham kewajiban dan
kepatuhan ini selanjutnya membaca kepada timbulnya paham balasan. Orang yang
menjalankan kewajiban dan patuh kepada perintah agama akan mendapat yang baik
dari Tuhan. Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban dan ingkar
terhadap perintah Tuhan akan mendapat penjelasan yang menyedihkan.
Adapun kata religi berasal dari
bahasa Latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa
asal kata Negara yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian
kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut
pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat.
Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama
selanjutnya terdapat pula ikatan roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih
lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan.
Dari beberapa definisi tersebut,
akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam
istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang
harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali
terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan
yang lebih tinggi dari manusia.
Adapun pengertian agama dari segi
istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Elizabet K. Nittingham dalam bukunya
Agama dan masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering
terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat
abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan
dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya
sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang
paling luas dan juga digunakan untuk membinasakan kekejaman orang yang luar
biasa terhadap orang lain.
Pengertian agama yang dikutip diatas
sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepatakan dan hal ini sudah dapat diduga
sebelumnya karena sebagaimana dikatakan di atas, bahwa kita sulit sekali bahkan
mustahil dapat dijumpai definisi agama yang dapat diterima semua pihak.
B. Negara
1. Pengertian Negara
Secara literal istilah Negara
merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), state
(Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat, state, etat
itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan
yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan
tetap.
Secara terminologi Negara diartikan
dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai
pemerintahan yang berdaulat.
2. Tujuan Negara
a. Memperluas kekuasaan
b. Menyelenggarakan ketertiban hukum
c. Mencapai kesejahteraan umum
Menurut plato, memajukan kesusilaan
manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial.
Menurut Koger H. Soltau,
Memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas
mungkin.
3. Unsur-unsur Negara
- Rakyat (masyarakat/warga Negara)
Sangat penting dalam sebuah Negara,
karena secara kongkret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar Negara itu
dapat berjalan dengan baik.
- Wilayah
Wilayah dalam sebuah Negara
merupakan unsur yang harus ada, karena tidak mungkin ada Negara tanpa ada
batas: teritorial yang jelas.
- Pemerintah
Pemerintah adalah alat kelengkapan
Negara yang bertugas memimpin organisasi Negara untuk mencapai tujuan Negara.
4. Bentuk-bentuk Negara
- Negara kesatuan
Bentuk suatu Negara yang merdeka dan
berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh
daerah. Dalam pelaksanaannya, Negara kesatuan ini terbagi dalam 2 (dua) macam,
yaitu:
a. Negara kesatuan dengan sistem
sentralisasi, yakni sistem pemerintahan yang seluruh persoalan yang berkaitan
dengan Negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sementara
daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
b. Negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi, yakni kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk
mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dari otonomi daerah atau
swatantra.
- Negara serikat (Federasi)
Kekuasaan asli dalam Negara federasi
merupakan tugas Negara bagian karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya.
Sementara Negara Federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri,
pertahanan Negara, keuangan, dan urusan pos.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Hubungan antara negara & agama adalah tidak dapat dipisahkan. Negara
menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman
Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas
titah Tuhan.
Norma hukum ditentukan atas
kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan,
meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.
Kehidupan manusia, dunia manusia itu
sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang
sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan
makhluk tertindas
Agama, secara sederhana, pengertian
agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah
(terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia selain dari kata agama,
dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa.
Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang dikutip
sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga
sebelumnya karena sebagaimana dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil
menjumpai definisi yang dapat diterima semua pihak
Negara, secara literal istilah
Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni kata staat, state, etat
itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan
yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan
tetap. Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di
antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup
di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
B. Saran-saran
Penulis berharap dengan makalah ini
bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang apa itu dan bagaimana hubungan
antara negara dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi Prof Dr, 2003, Demokrasi
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah;
Jakarta.
Nata, H Abuddin Prof Dr, 1998, Metodologi
Stusi Islam, PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta.
Soelaeman, M Munandar IR, 1987, Ilmu
Sosial Dasar, PT. Eresco; Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar